skip to main |
skip to sidebar
Departemen Kesehatan (Depkes) tidak bisa mencampuri kasus Prita Mulyasari dalam hal pencemaran nama baik. Namun Depkes bisa menindaklanjuti ketidakpuasan Prita atas pelayanan RS Omni International bila Prita mengadu ke Majelis Kehormatan Disiplin Kesehatan Indonesia (MKDKI) atau Depkes.
"Kalau sebuah rumah sakit atau dokter terbukti melakukan malpraktik oleh MKDKI, Depkes baru bisa bertindak memberikan sanksi. Tetapi kalau kasusnya masalah pencemaran nama baik, Depkes tidak bisa berbuat apa-apa karena bukan masalah pelayanan kesehatan. Seperti itu yang saya sampaikan, jangan diputus-putus," ujar Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari.
Hal itu disampaikan Menkes dalam pernyataan tertulis yang diterima detikcom, Jumat (5/6/2009) karena kecewa dengan pemberitaan detikcom berjudul 'Menkes: Saya Tidak Bisa Menjewer RS Omni' pada Kamis 4 Juni 2009.
Pasien, imbuhnya, mempunyai hak untuk memperoleh informasi tentang penyakitnya/keadaan kesehatannya dan tindakan medis yang telah dilakukan yang terdapat dalam rekam medis.
"Tetapi rekam medis tersebut tetap milik rumah sakit," ujar Menkes.
Dalam kasus Saudari Prita, Depkes selama ini tidak pernah menerima laporan dari mana pun. "Saya mengetahui ada kasus ini dari media massa," ujarnya.
Kendati begitu, Menkes tidak tinggal diam karena telah mengirimkan tim ke RS Omni untuk memperoleh penjelasan tentang kronologis kejadian sebagai dasar untuk penerapan sanksi yang akan diberikan.
"Selanjutnya, Depkes akan menelaah hasil temuan Tim. Apabila terdapat dugaan pelanggaran disiplin kedokteran akan dilimpahkan ke MKDKI sesuai dengan ketentuan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran," tegas Menkes.
Kasus perseteruan antara RS Omni dengan Prita Mulyasari, ternyata sempat menimbulkan dua pandangan berbeda dari ahli IT sebelum akhirnya diputuskan oleh jaksa.
Diungkapkan oleh Arief Mulyawan, Jaksa Agung Muda untuk Pidana Umum (Jampidum), kalau saat berkas Prita masuk ke kejaksaan, pihaknya telah meminta pendapat dari dua orang ahli dari IT. Dan keduanya menyampaikan dua pendapat yang berseberangan.
"Pendapat pertama mengatakan, Prita boleh mengeluarkan keluhannya melalui media apapun. Namun yang menjadi masalah, Prita mengumbarnya ke tempat umum, bukan ke pihak yang berwenang, seperti Depkes, YLKI, dan lain sebagainya," urai Arief dalam acara sarasehan antara Depkominfo dan Blogger mengenai UU ITE, di Hotel RedTop, Jakarta, Rabu (10/6/2009) malam.
Pendapat kedua, apapun yang disampaikan oleh Prita boleh saja disebar kepada siapapun, karena itu dialami sendidri Oleh Prita.
"Dan jaksa saat itu cenderung memilih pendapat pertama, dengan berbagai pertimbangan untuk kebaikan Prita juga," cetusnya.
Para pakar IT dari pemerintah itu mengatakan, pada dasarnya Prita punya haul hukum untuk mengeluarkan keluhan seperti itu. Akan tetapi yang jadi permasalahan, email yang ditulis Prita terdapat kesimpulan sendiri yang menjurus kepada pencemaran nama baik.
"Statement itu kan menyampaikan berita dengan data dan fakta. Kalau mencemarkan nama baik, bukan statemen namanya," timpal Edmon Makarim Plt Staf ahli bidang hukum Menkominfo.(ahm)